BAB
I
PENDAHULUAN
Kemudian Kami jadikan kamu berada di
atas suatu syariat dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan
janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (Al-Jatsiyah: 18)
A. Latar Belakang
Muhammad adalah seorang
revolusioner sejati, keberhasilannya merubah pola kehidupan masyarakat Arab
hingga seluruh belahan dunia dalam berbagai aspek kehidupan, menjadikannya
layak mendapat julukan ini. Setidaknya pendapat ini diyakini oleh semua umat Islam
dan sebagian orientalis. Michael H. Hart dalam bukunya yang berjudul 100
Tokoh yang Paling Bepengaruh di Dunia menempatkan Nabi Muhammad dalam
urutan pertama. Ia mengatakan bahwa Muhammad adalah sosok manusia yang berhasil memimpin dan menyebarkan Agama Islam
hingga seluruh dunia. Namun, setelah terjadinya
perang salib akibat gerakan ekspansi kekuasaan dan keagamaan yang dilakukan
oleh pasukan Islam sejak masa Khulafa’ ar-Rasyidun menimbulkan kebencian
dikalangan umat Kristen terhadap sosok Nabi Muhammad Saw. Kebencian
ini diwujudkan melalui berbagai cara, misalnya saja melalui propaganda
melalui pendapat, tulisan-tulisan, buku yang semuanya bertujuan menjatuhkan
pamor Muhammad dihadapan umatnya dan umat manusia lainnya.
Al-Qur’an dan al-Hadits
yang menjadi sumber hukum Islam juga tidak lepas dari sasaran sebagian
orientalis yang tidak menghendaki Islam berkembang. Mereka mengatakan bahwa
al-Qur’an merupakan karya Muhammad yang disesuaikan dengan kondisi Arab pada
masa itu. Sehingga al-Qur’an tidaklah wajib diimani. Hal ini kemudian
bertentang dengan doktrin Islam yang tercantum dalam al-Qur’an yang mengatakan
bahwa al-Quran berasal dari Allah SWT. dan tidak ada campur tangan manusia sama
sekali di dalamnya, meskipun unsur kebudayaan Arab pada masa itu menjadi latar
belakang turunyna ayat-ayat al-Quran.
Sejarah penetapan hukum
Islam (tarikh Tasyri’) tidak terlepas dari fenomena di atas. Proses penurunan
ayat-ayat al-Quran hingga masa wafatnya Nabi Saw. Maka pada makalah kali ini penulis akan membahas tentang tasyri’
pada masa awal abad 2 H sampai pertengahan 4 H.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
TARIKH-TASYRI’
Tarikh artinya catatan tentang perhitungan
tanggal, hari, bulan dan tahun. Lebih populer dan sederhana diartikan sebagai
sejarah atau riwayat. Sedangkan syariah adalah peraturan atau
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan (diwahyukan) oleh Allah kepada Nabi
Muhammad saw untuk manusia yang mencakup tiga bidang, yaitu keyakinan
(aturan-aturan yang berkaitan dengan aqidah),
perbuatan (ketentuan-ketentuan
yang berkaitan dengan tindakan hukum seseorang) dan akhlak (tentang nilai baik dan buruk).
Tasyri’
berarti penetapan atau pemberlakuan syariat yang berlangsung sejak diutusnya
Rasulullah saw dan berakhir hingga wafat beliau. Namun para ulama kemudian
memperluas pembahasan tarikh (sejarah) tasyri’ sehingga mencakup pula
perkembangan fiqh Islami dan proses kodifikasinya serta ijtihad-ijtihad para
ulama sepanjang sejarah umat Islam. Oleh karena itu pembahasan tarikh tasyri’
dimulai sejak pertama kali wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad saw hingga
masa kini.
Tasyri’ juga bermakna legislation, enactment of law, artinya
penetapan undang-undang dalam agama Islam. Kata Syariat secara bahasa berarti al-utbah (lekuk liku lembah),
dan maurid al- ma’i (sumber air) yang jernih untuk diminum. Lalu kata
ini digunakan untuk mengungkapkan al-thariqah al-mustaqimah (jalan yang
lurus). Sumber air adalah tempat kehidupan dan keselamatan jiwa, begitu pula
dengan jalan yang lurus yang menunjuki manusia kepada kebaikan, di dalamnya
terdapat kehidupan dan kebebasan dari dahaga jiwa dan akal. Sebagaiman firman
Allah SWT dalam surat al-Jatsiah ayat 18 di atas. Juga firman Allah SWT dalam
surat al-Syura ayat 13. Dia Telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa
yang Telah diwasiatkan- Nya kepada Nuh. Dan firman Allah SWT dalam surat
al-Maidah ayat 48. ….untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan
dan jalan yang terang…. Syari’ah
adalah “law statute” artinya hukum yang telah ditetapkan dalam agama
Islam. Syariat menurut fuqaha’ berarti hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT
melalui Rasul untuk hamba-Nya agar mereka mentaati hukum ini atas dasar iman,
baik yang berkaitan dengan aqidah, amaliah atau disebut ibadah dan muamalah
atau yang berkaitan dengan akhlak. Menurut Muhammad Ali al-Tahanuwi, syariat adalah hukum-hukum Allah yang
ditetapkan untuk hamba-Nya yang disampaikan melalui para Nabi atau Rasul, baik
hukum yang berhubungan dengan amaliah atau aqidah. Syariat disebut juga din
(agama) dan millah. Syari’ah
Islamiyah didefinisikan dengan “apa yang telah ditetapkan Allah Taala
untuk hamba-hamba-Nya berupa aqidah, ibadah, akhlaq, muamalat, dan sistem
kehidupan yang mengatur hubungan mereka dengan Tuhan dan hubungan dengan sesama
makhluk agar terwujud kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tarikh
al-tasyri’ menurut Muhammad Ali al-sayis adalah : “Ilmu yang membahas keadaan hukum Islam pada
masa kerasulan (Rasulullah SAW masih hidup) dan sesudahnya dengan periodisasi
munculnya hukum serta hal-hal yang berkaitan dengannya, (membahas) ciri-ciri
spesifikasi keadaan fuqaha’ dan
mujtahid dalam merumuskan hukum-hukum tersebut”.
B. FASE-FASE
TARIKH-TASYRI’
Ø Fase Tasyri’: dari awal kenabian
Muhammad saw hingga wafat beliau (11 H).
Ø
Fase
Perkembangan Fiqh Pertama: Masa Khulafa Rasyidin, 11-40 H.
Ø
Fase
Perkembangan Fiqh Kedua: Masa Sahabat Yunior atau Tabi’in Senior sampai
Permulaan Abad 2 H.
Ø
Fase
Perkembangan Fiqh Ketiga: dari Permulaan Abad ke-2 hingga Pertengahan Abad ke-4
Hijriyah.
Ø
Fase
Perkembangan Fiqh Keempat: dari Pertengahan Abad ke-4 hingga Jatuhnya Baghdad
tahun 656 H.
Ø
Fase
Perkembangan Fiqh Kelima: dari Jatuhnya Baghdad hingga kini.
Dalam menyusun sejarah pembentukan dan
pembinaan hukum (fiqh) Islam, di kalangan ulama fiqh kontemporer terdapat
beberapa macam cara. Dua diantaranya yang terkenal adalah cara menurut Syekh Muhammad Khudari Bek (mantan
dosen Universitas Cairo) dan cara Mustafa
Ahmad az-Zarqa (guru besar fiqh Islam Universitas Amman, Yordania). Cara
pertama, periodisasi pembentukan hukum (fiqh) Islam oleh Syekh Muhammad
Khudari Bek dalam bukunya, Tarikh at-Tasyri’ al-Islamy (Sejarah
Pembentukan Hukum Islam). Ia membagi masa pembentukan hukum (fiqh) Islam dalam
enam periode, yaitu:
1.
Periode
awal, sejak Muhammad bin Abdullah diangkat menjadi rasul;
2.
Periode
para sahabat besar;
3.
Periode
sahabat kecil dan tabi’in;
4.
Periode
awal abad ke-2 H sampai pertengahan abad ke-4 H;
5.
Periode
berkembangnya mazhab dan munculnya taklid mazhab; dan
6.
Periode
jatuhnya Baghdad (pertengahan abad ke-7 H oleh Hulagu Khan [1217-1265]) sampai
sekarang.
Cara kedua, pembentukan hukum (fiqh) Islam oleh
Mustafa Ahmad az-Zarqa dalam bukunya, al-Madkhal al-Fiqhi al-’Amm
(Pengantar Umum fiqh Islam). Ia membagi periodisasi pembentukan dan pembinaan
hukum Islam dalam tujuh periode. Ia setuju dengan pembagian Syekh Khudari Bek
sampai periode kelima, tetapi ia membagi periode keenam menjadi dua bagian,
yaitu:
1. Periode sejak pertengahan abad ke-7 H
sampai munculnya Majallah al-Ahkam al-’Adliyyah (Hukum Perdata
Kerajaan Turki Usmani) pada tahun 1286 H; dan
2. Periode sejak munculnya Majallah al-Ahkam
al-’Adliyyah sampai sekarang.
Periodisasi sejarah pembentukan hukum
Islam menurut yang akan dibahas berikut ini adalah Periode awal abad ke-2 H
sampai pertengahan abad ke-4 H.
C. TASYRI’
PADA MASA AWAL ABAD 2H – 4H.
Pertengahan abad ke-2 sampai
pertengahan abad ke-4 H. Periode ini
disebut sebagai periode gemilang karena fiqh dan ijtihad ulama semakin
berkembang. Pada periode inilah muncul berbagai mazhab, khususnya mazhab yang
empat, yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanbali.
Pertentangan antara Madrasah al-hadits dengan Madrasah ar-ra’yu
semakin menipis sehingga masing-masing pihak mengakui peranan ra’yu dalam
berijtihad, seperti yang diungkapkan oleh Imam Muhammad Abu Zahrah, guru besar
fiqh di Universitas al-Azhar, Mesir, bahwa pertentangan ini tidak berlangsung
lama, karena ternyata kemudian masing-masing kelompok saling mempelajari kitab
fiqh kelompok lain. Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani, ulama dari Mazhab
Hanafi yang dikenal sebagai Ahlurra’yu (Ahlulhadits dan Ahlurra’yu),
datang ke Madinah berguru kepada Imam Malik dan mempelajari kitabnya, al-Muwaththa’
(buku hadits dan fiqh). Imam asy-Syafi’i, salah seorang tokoh ahlulhadits,
datang belajar kepada Muhammad bin Hasan asy-Syaibani. Imam Abu Yusuf, tokoh
ahlurra’yu, banyak mendukung pendapat ahli hadits dengan mempergunakan
hadits-hadits Rasulullah SAW. Oleh sebab itu, menurut Imam Muhammad Abu Zahrah.
kitab-kitab fiqh banyak berisi ra’yu dan hadits. Hal ini menunjukkan adanya
titik temu antara masing-masing kelompok.
Kitab-kitab
fiqh pun mulai disusun pada periode ini, dan pemerintah pun mulai menganut
salah satu mazhab fiqh resmi negara, seperti dalam pemerintahan Daulah
Abbasiyah yang menjadikan fiqh Mazhab Hanafi sebagai pegangan para hakim di
pengadilan. Disamping sempurnanya penyusunan kitab fiqh dalam berbagai mazhab,
dalam periode ini juga disusun kitab-kitab ushul fiqh, seperti kitab ar-Risalah
yang disusun oleh Imam Syafi’i. Sebagaimana
pada periode ketiga, pada periode ini fiqh
iftirâdî semakin berkembang karena pendekatan yang dilakukan dalam fiqh
tidak lagi pendekatan aktual di kala itu, tetapi mulai bergeser pada pendekatan
teoritis. Oleh sebab itu, hukum untuk permasalahan yang mungkin akan terjadi
pun sudah ditentukan.
D. FAKTOR
PENDORONG PERKEMBANGAN TASYRI’
1.
Luasnya
wilayah
Sebagian orang yang daerahnya
dikuasai umat islam menjadi penganut islam. Kemudian mereka belajar agama islam
dibawah bimbingan para imam. Di antara ulama yang menjadi guru adalah penghafal
hadits, Alqur’an, penafsir alqur’an, dan penjelas Al – sunnah. Mereka mulai
memasuki persaingan dalam pengembangan ilmu, diantaranya ilmu kedokteran, ilmu
logika karya Aristoteles dan sebagainya.
2.
Luasnya ilmu pengetahuan
Dalam bidang ilmu kalam terjadi
berbagai perdebatan : setiap kelompok memiliki cara berpikir tersendiri dalam
memahami akidah islam. Selain itu, saat terjadi pula pertarungan pemikiran
antara mutakallimin, muhaditsin, dan fuqoha.
3.
Adanya upaya umat islam untuk melestarikan
Alqur’an
Baik yang dicatat, termasuk yang dikumpulkan
dalam satu mushaf, maupun yang dihafal. Pelestarian alqur’an melalui hafalan
dilakukan dengan mengembangkan cara membacanya, sehingga saat ini dikenal corak
– corak bacaan alqur’an.
E. SEJARAH BERDIRINYA MAZHAB
Pada masa Tabi' Tabi'in pada awal abad ke-2
sampai pertengahan abad ke-4 hijriah terkenal dengan masa keaktifan dalam
bidang Fiqih, penyusunan ilmu pengetahuan, banyaknya para mujtahid, timbul dan
berkembangnya mazhab-mazhab Fiqih dan timbulnya istilah-istilah Fiqih.
Pada periode Abbasiah lebih menekankan fiqih
dan fuqoha sehinga memberikan perhatian yang besar pada keduanya. Semua itu
disebabkan dekatnya para khalifah pada saat itu dengan ulama, serta khalifah
selalu meminta fatwa atau pengarahan tentang fiqih kepada para fuqoha. Sehingga
berkembanglah para mujtahid sampai ke negara-negara Islam, ditambah lagi dengan
bebasnya berfikir dan berijtihad sehingga semakin banyaknya masalah-masalah
baru yang disebabkan berbedanya tempat dan kondisi negara-negara Islam lainnya,
maka para mujtahid berfatwa dengan ijtihadnya, sehingga timbulah pada masa ini
aliran-aliran mazhab. Khususnya mazhab yang empat, yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab
Maliki, Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hanbali. Pertentangan antara Madrasah
al-hadits dengan Madrasah ar-ra'yu semakin menipis sehingga masing-masing pihak
mengakui peranan ra'yu dalam berijtihad, seperti yang diungkapkan oleh Imam
Muhammad Abu Zahrah, guru besar fiqh di Universitas al-Azhar, Mesir, bahwa
pertentangan ini tidak berlangsung lama, karena ternyata kemudian masing-masing
kelompok saling mempelajari kitab fiqh kelompok lain.
Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani, ulama
dari Mazhab Hanafi yang dikenal sebagai Ahlurra'yu (Ahlulhadits dan
Ahlurra'yu), datang ke Madinah berguru kepada Imam Malik dan mempelajari
kitabnya, al-Muwaththa' (buku hadits dan fiqh). Imam asy-Syafi'i, salah seorang
tokoh ahlulhadits, datang belajar kepada Muhammad bin Hasan asy-Syaibani. Imam
Abu Yusuf, tokoh ahlurra'yu, banyak mendukung pendapat ahli hadits dengan
mempergunakan hadits-hadits Rasulullah SAW. Oleh sebab itu, menurut Imam
Muhammad Abu Zahrah. kitab-kitab fiqh banyak berisi ra'yu dan hadits. Hal ini
menunjukkan adanya titik temu antara masing-masing kelompok.
Kitab-kitab fiqh pun mulai disusun pada periode ini, dan pemerintah pun mulai menganut salah satu mazhab fiqh resmi negara, seperti dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah yang menjadikan fiqh Mazhab Hanafi sebagai pegangan para hakim di pengadilan. Di samping sempurnanya penyusunan kitab-kitab fiqh dalam berbagai mazhab, dalam periode ini juga disusun kitab-kitab usul fiqh, seperti kitab ar-Risalah yang disusun oleh Imam asy-Syafi'i. Sebagaimana pada periode ketiga, pada periode ini fiqh iftirâdî semakin berkembang karena pendekatan yang dilakukan dalam fiqh tidak lagi pendekatan aktual di kala itu, tetapi mulai bergeser pada pendekatan teoretis. Oleh sebab itu, hukum untuk permasalahan yang mungkin akan terjadi pun sudah ditentukan.
Kitab-kitab fiqh pun mulai disusun pada periode ini, dan pemerintah pun mulai menganut salah satu mazhab fiqh resmi negara, seperti dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah yang menjadikan fiqh Mazhab Hanafi sebagai pegangan para hakim di pengadilan. Di samping sempurnanya penyusunan kitab-kitab fiqh dalam berbagai mazhab, dalam periode ini juga disusun kitab-kitab usul fiqh, seperti kitab ar-Risalah yang disusun oleh Imam asy-Syafi'i. Sebagaimana pada periode ketiga, pada periode ini fiqh iftirâdî semakin berkembang karena pendekatan yang dilakukan dalam fiqh tidak lagi pendekatan aktual di kala itu, tetapi mulai bergeser pada pendekatan teoretis. Oleh sebab itu, hukum untuk permasalahan yang mungkin akan terjadi pun sudah ditentukan.
F.
TOKOH-TOKOH MAZHAB
Dengan berkembang luasnya mujtahid dan
banyaknya permasalahan baru yang bermunculan di berbagai negeri-negeri Islam
pada periode Abbasiah yang terkenal dengan masa pembangunan dan kesempurnan
atau di sebut dengan masa kegemilangan, yang melahirkan para imam-imam
mujtahid, imam mazhab, dan para fuqoha yang mengabdikan ilmunya untuk agama dan
masyarakat.
Sedangkan mazhab itu sendiri terbagi pada
tiga, yaitu:
a. Mazhab Ahlu Sunnah :
1. Abu Hanifa An Nu'man bin Tsabit bin Zauthi
Al-tamimi atau dikenal dengan mazhab Imam Hanafi tahun 80-50H
2. Imam Malik bin Anas bin Amir Al-Asbahi
tahun 93-179H.
3. Abu
Abdillah Muhammad bin Idris bin Al Abbas bin Syafi' tahun 150-204H yang dikenal
dengan Imam Syafi'i
4. Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal
bin Hilal bin Asad Al Syaibani atau Imam Hanbali tahun 164-241H
5. Abu Sulaiman Daud Bin Ali bin Khalaf Al
Aspahani atau dikenal dengan mazhab Al Zahiri tahun 202-270H
6. Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Sa'id bin
Hazm bin Ghalib bin Sholeh bin Abi Sufyan bin zaid yang terkenal dengan Ibn
Hazm tahun 384-456H
b. Mazhab Al Auza'i
c. Mazhab Sofyan Al Tsauri
d. Mazhab Al laits bin Saad
e. Mazhab Hasan Al Bashri
f. Mazhab Ishak bin Rohawiyah
g. Mazhab Sufyan bin 'Uyainah
h. Mazhab Ibn Jurair Al Thabari
i. Mazhab Abu tsaur
j. Mazhab Syiah ;
1. Syiah Zaidiah: Zaid bin Ali bin Zaid Al
Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib tahun 80-122H.
2. Syiah Ja'fari: Imam Ja'far bin Shadiq bin
Muhammad Al Bagin bin Ali bin Zaid Al Abidin bin Husain bin Ali bin Thalib
tahun 80-148H.
3. Syiah Imamiah.
4. Syiah Itsna 'asyar (Imam yang dua belas).
5. Syiah Ismailiyah.
k. Mazhab
Khawarij ;
1). Abadhiyah: Abdullah bin Abadh Al-Tamimi.
Wafat tahun 86H
2). Al-Azzariqah: Pengikut Abi Rasyid Nafi'
bin Azraq.
3). Shufriyah: Pengikut Ziyad bin Al-Ashfar.
G.
MAZHAB-MAZHAB YANG BERKEMBANG HINGGA SEKARANG
Banyaknya imam mujtahid, menyebabkan
timbulnya ajaran-ajaran baru dari mazhab-mazhab yang ada. Dan berkembangnya
masa serta meluasnya daerah serta semakin canggihnya dunia, maka tidak semua
imam mazhab tersebut solid didalam ajaran-ajarannya.
Dibawah ini faktor-faktor penyebab
berkurangnya bahkan hilangnya ajaran-ajaran imam mujtahid, antara lain:
1. Faktor
Generasi
Tidak adanya pengikut atau
muridnya yang meneruskan ajaran-ajaran imamnya sehingga ajaran tersebut hilang
dengan meninggalnya para murid-murid imam mazhab
2. Penyusunan
kitab-kitab
Tidak semua imam mujtahid
mengumpulkan dan menyusun hasil ijthihad atau pemikirannya dalam sebuah buku.
Sehingga hasil pemikirannya tidak bisa dibaca dan dinikmati oleh orang lain.
3.
Musnahnya hasil karya imam mazhab
Musnahnya hasil karya imam mazhab yang telah
disusun rapi dalam sebuah buku, sehingga habis dan hilanglah hasil karya imam
mazhab tersebut. Diantara imam-imam mazhab yang masih berkembang sampai saat,
diantaranya:
1.Mazhab Hanafi
2.Mazhab Maliki
3.Mazhab Syafi'i
4.Mazhab Hanbali
Keempat imam mazhab ini masih tetap
berkembang diseluruh penjuru dunia dengan ajaran-ajarannya dan buku-bukunya,
baik yang ditulis oleh mereka sendiri ataupun ditulis atau disyarahkan oleh
para murid dan pengikut imam mazhab tersebut baik itu mujtahid tarjih imam
mazhabnya. Serta ada juga mazhab lainya yang berkembang seperti syiah Al
Zhahiri dan lain-lain tetapi tidak seperti imam mazhab yang empat yang begitu
lengkap dan banyaknya kitab-kitab mereka sehingga mazhab yang lainya tertutupi
dan tidak begitu terkenal.
Mazhab fiqh dibagi dalam dua kelompok, yaitu
Mazhab Ahlussunnah dan Mazhab Syi’ah.
a. Mazhab Ahlussunnah
Mazhab ini terdiri atas 4 mazhab populer yang
masih utuh sampai sekarang, yaitu sebagai berikut:
1. Mazhab Hanafi
Pendiri Mazhab Hanafi ialah Imam Abu Hanifah.
Dilahirkan pada tahun 80 H = 699 M. Beliau wafat pada tahun 150 H dengan
lahirnya Imam Syafi’i R.A. Abu Hanifah adalah seorang mujtahid yang ahli
ibadah. Ia dikenal sebagai imam Ahlurra’yi. Mazhab Hanafi dikenal banyak
menggunakan ra’yu, qiyas, dan istihsan. Dalam memperoleh suatu hukum yang tidak
ada dalam nash, kadang-kadang ulama mazhab ini meninggalkan qaidah qiyas dan
menggunakan qaidah istihsan. Alasannya, qaidah umum (qiyas) tidak bisa
diterapkan dalam menghadapi kasus tertentu. Mereka dapat mendahulukan qiyas
apabila suatu hadits mereka nilai sebagai hadits ahad.
Dasar-dasar Mazhab Hanafi dalam menerapkan hukum fiqh antara lain:
Dasar-dasar Mazhab Hanafi dalam menerapkan hukum fiqh antara lain:
o Al Qur’an
o As Sunnah
o Perkataan para sahabat
o Al Qiyas o Al Istihsan
o Ijma’
o Uruf
Berbagai pendapat Abu Hanifah telah dibukukan
oleh muridnya, antara lain Muhammad bin Hasan asy-Syaibani dengan judul Zahir
ar-Riwayah. Buku ini terdiri dari 6 bagian, yaitu: bagian pertama diberi nama
al-Mabsut, bagian kedua al-Jami’ al-Kabir, bagian ketiga al-Jami’ as-Sagir,
bagian keempat as-Siyar al-Kabir, bagian kelima as-Siyar as-Sagir, bagian
keenam az-Ziyadah. Keenam bagian ini ditemukan secara utuh dalam kitab al-Kafi
hingga ada yang mensyarahnya dan diberi judul al-Mabsut. Al-Mabsut inilah yang
dianggap sebagai kitab induk dalam Mazhab Hanafi.
2. Mazhab Maliki
Pendiri mazhab ini adalah Malik bin Anas bin
Abu Amir. Yang terkenal dengan sebutan Imam Malik. Lahir pada tahun 93 H = 712
M di Madinah. Beliau terkenal sebagai seorang Ahlulhadits.
Mazhab Maliki adalah kumpulan dari beberapa pendapat yang berasal dari Imam Malik dan para penerusnya di masa sesudah beliau meninggal dunia. Pemikiran fiqh dan ushul fiqh Imam Malik dapat dilihat dalam kitabnya al-Muwaththa’.
Mazhab Maliki adalah kumpulan dari beberapa pendapat yang berasal dari Imam Malik dan para penerusnya di masa sesudah beliau meninggal dunia. Pemikiran fiqh dan ushul fiqh Imam Malik dapat dilihat dalam kitabnya al-Muwaththa’.
Dasar Mazhab Maliki dapat dijumpai dalam
kitab al-Furuq oleh Imam al-Qarafi yaitu al-Qur’an, sunnah Nabi SAW, Ijma,
Tradisi penduduk madinah, Qiyas, Fatwa sahabat, al-Maslahah al-Mursalah, ‘Urf,
Istihsan, Istishab, Sadd az-Zari’ah, dan Syar’u Man Qablana. Dalam Mazhab
Maliki qiyas jarang digunakan karena mereka lebih mendahulukan tradisi penduduk
Madinah daripada qiyas.
Para murid Imam Malik yang besar andilnya dalam menyebarluaskan Mazhab Maliki diantaranya Abu Abdillah Abdurrahman bin Qasim, Abu Muhammad Abdullah bin Wahab bin Muslim dan masih banyak lagi lainnya.
Para murid Imam Malik yang besar andilnya dalam menyebarluaskan Mazhab Maliki diantaranya Abu Abdillah Abdurrahman bin Qasim, Abu Muhammad Abdullah bin Wahab bin Muslim dan masih banyak lagi lainnya.
3. Mazhab Syafi’i
Mazhab ini dibangun oleh Imam asy-Syafi’i.
Beliau lahir di Gaza (Palestina) tahun 150 H bersamaan dengan tahun wafatnya
Imam Abu Hanifah yang menjadi mazhab pertama. Guru Imam Syafi’i yang pertama
ialah Muslim bin Khalid, seorang mufti di Mekah. Imam Syafi’i sanggup hafal
Al-Qur’an pada usia tujuh tahun.
Mazhab Syafi’i terdiri dari dua macam:
1. Qaul
Qadim, yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu hidup di Irak.
2. Qaul
Jadid, yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu beliau hidup di Mesir pindah dari
Irak.
Dasar-dasar Mazhab Syafi’i dalam mengistinbat
hukum syara’ adalah:
• Al-Kitab
• Sunnah Mutawatirah
• Al-Ijma’ • Khabar Ahad
• Al-Qiyas
• Al-Istishab
Keistimewaan Imam Syafi’i dibanding dengan
Imam Mujtahidin yaitu bahwa beliau merupakan peletak batu pertama ilmu Ushul
Fiqh dengan kitabnya Ar-Risaalah. Dan kitab dalam bidang Fiqh yang menjadi
induk dari mazhabnya yaitu Al-Umm.
Pokok pikiran dan prinsip dasar ini kemudian
disebarluaskan dan dikembangkan oleh ketiga muridnya yang terkemuka seperti
Yusuf bin Yahya al-Buwaiti, Abi Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani, dan ar-Rabi
bin Sulaiman al-Marawi.
4. Mazhab
Hanbali
Pemikiran Mazhab Hanbali diawali oleh Imam
Ahmad bin Hanbal. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164 H, wafat tahun 241 H.
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziah dalam kitab
I’laamul Muwaaqi’in, prinsip dasar Mazhab Hanbali adalah sebagai berikut:
1. Nash Al-Qur’an dan atau nash hadits,
2. Fatwa sebagian sahabat,
3. Pendapat sebagian sahabat,
4. Hadits Mursal atau hadits daif,
5. Qiyas.
Para pengembang Mazhab Hanbali diantaranya:
al-Atsram Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Hani, Ahmad bin Muhammad bin
al-Hajjaj, Abu Ishaq Ibrahim al-Harbi, dan lain-lainnya.
b. Mazhab Syiah
Mazhab fiqh Syiah yang terkenal adalah Syiah
Zaidiyah dan Syiah Imamiyah.
1. Mazhab Syiah
Zaidiyah
Mazhab ini
dikaitkan kepada Zaid bin Ali Zainal Abidin seorang mufasir, muhaddits, dan
faqih di zamannya. Ia menyusun kitab al-Majmu’ yang menjadi rujukan utama fiqh
Zaidiyah. Kitab ini kemudian disyarah oleh Syarifuddin al-Husein bin Haimi
al-Yamami dengan judul ar-Raud an-Nadir Syarh Majmu, al-Fiqh al-Kabir.
Para
pengembang Mazhab Zaidiyah diantaranya Imam al-Hadi Yahya bin Husein bin Qasim
yang kemudian dikenal sebagai pendiri Mazhab Hadawiyah. Beliau menulis kitab
al-Jami’ fi al-Fiqh, ar-Risalah fi al-Qiyas, dan al-Ahkam fi al-Halal wa
al-Haram.
2. Mazhab Syiah
Imamiyah
Menurut Muhammad Yusuf Musa, fiqh Syiah
Imamiyah lebih dekat dengan fiqh Mazhab Syafi’i dengan beberapa perbedaan yang
mendasar. Dalam berijtihad, apabila mereka tidak menemukan hukum suatu kasus
dalam Al-Qur’an, mereka merujuk pada sunnah yang diriwayatkan para imam mereka
sendiri.
Kitab fiqh pertama yang disusun oleh imam
mereka, Musa al-Kazim diberi judul al-Halal wa al-Haram. Kemudian disusul oleh
Fiqh ar-Righa yang disusun oleh Ali ar-Ridla. Perbedaan mendasar fiqh Syiah
Imamiyah dengan jumhur Ahlussunnah antara lain:
1. Syiah Imamiyah menghalalkan nikah mut’ah
yang diharamkan ahlussunnah,
2. Syiah Imamiyah mewajibkan kehadiran saksi
dalam talak, yang dalam ahlussunnah tidak perlu,
3. Syiah Imamiyah, termasuk Syiah Zaidiyah,
mengharamkan lelaki muslim menikah dengan wanita Ahlulkitab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar