Total Tayangan Halaman

Jumat, 03 Februari 2012

TASYRI’ PADA AWAL ABAD 2H SAMPAI PERTENGAHAN 4H DAN PENDORONG PERKEMBANGANNYA


BAB I
PENDAHULUAN
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (Al-Jatsiyah: 18)
A.       Latar Belakang
Muhammad adalah seorang revolusioner sejati, keberhasilannya merubah pola kehidupan masyarakat Arab hingga seluruh belahan dunia dalam berbagai aspek kehidupan, menjadikannya layak mendapat julukan ini. Setidaknya pendapat ini diyakini oleh semua umat Islam dan sebagian orientalis. Michael H. Hart dalam bukunya yang berjudul 100 Tokoh yang Paling Bepengaruh di Dunia menempatkan Nabi Muhammad dalam urutan pertama. Ia mengatakan bahwa Muhammad adalah sosok manusia yang  berhasil memimpin dan menyebarkan Agama Islam hingga seluruh dunia. Namun, setelah terjadinya perang salib akibat gerakan ekspansi kekuasaan dan keagamaan yang dilakukan oleh pasukan Islam sejak masa Khulafa’ ar-Rasyidun menimbulkan kebencian dikalangan umat Kristen terhadap sosok Nabi Muhammad Saw.  Kebencian  ini diwujudkan melalui berbagai cara, misalnya saja melalui propaganda melalui pendapat, tulisan-tulisan, buku yang semuanya bertujuan menjatuhkan pamor Muhammad dihadapan umatnya dan umat manusia lainnya.

Al-Qur’an dan al-Hadits yang menjadi sumber hukum Islam juga tidak lepas dari sasaran sebagian orientalis yang tidak menghendaki Islam berkembang. Mereka mengatakan bahwa al-Qur’an merupakan karya Muhammad yang disesuaikan dengan kondisi Arab pada masa itu. Sehingga al-Qur’an tidaklah wajib diimani. Hal ini kemudian bertentang dengan doktrin Islam yang tercantum dalam al-Qur’an yang mengatakan bahwa al-Quran berasal dari Allah SWT. dan tidak ada campur tangan manusia sama sekali di dalamnya, meskipun unsur kebudayaan Arab pada masa itu menjadi latar belakang turunyna ayat-ayat al-Quran.

Sejarah penetapan hukum Islam (tarikh Tasyri’) tidak terlepas dari fenomena di atas. Proses penurunan ayat-ayat al-Quran hingga masa wafatnya Nabi Saw. Maka pada makalah kali ini penulis akan membahas tentang tasyri’ pada masa awal abad 2 H sampai pertengahan 4 H.

BAB II
PEMBAHASAN
A.     PENGERTIAN TARIKH-TASYRI’
Tarikh artinya catatan tentang perhitungan tanggal, hari, bulan dan tahun. Lebih populer dan sederhana diartikan sebagai sejarah atau riwayat. Sedangkan syariah adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan yang ditetapkan (diwahyukan) oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw untuk manusia yang mencakup tiga bidang, yaitu keyakinan (aturan-aturan yang berkaitan dengan aqidah), perbuatan (ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan tindakan hukum seseorang) dan akhlak (tentang nilai baik dan buruk).
Tasyri’ berarti penetapan atau pemberlakuan syariat yang berlangsung sejak diutusnya Rasulullah saw dan berakhir hingga wafat beliau. Namun para ulama kemudian memperluas pembahasan tarikh (sejarah) tasyri’ sehingga mencakup pula perkembangan fiqh Islami dan proses kodifikasinya serta ijtihad-ijtihad para ulama sepanjang sejarah umat Islam. Oleh karena itu pembahasan tarikh tasyri’ dimulai sejak pertama kali wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad saw hingga masa kini.
Tasyri’ juga bermakna legislation, enactment of law, artinya penetapan undang-undang dalam agama Islam. Kata Syariat secara bahasa berarti al-utbah (lekuk liku lembah), dan maurid al- ma’i (sumber air) yang jernih untuk diminum. Lalu kata ini digunakan untuk mengungkapkan al-thariqah al-mustaqimah (jalan yang lurus). Sumber air adalah tempat kehidupan dan keselamatan jiwa, begitu pula dengan jalan yang lurus yang menunjuki manusia kepada kebaikan, di dalamnya terdapat kehidupan dan kebebasan dari dahaga jiwa dan akal. Sebagaiman firman Allah SWT dalam surat al-Jatsiah ayat 18 di atas. Juga firman Allah SWT dalam surat al-Syura ayat 13. Dia Telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang Telah diwasiatkan- Nya kepada Nuh. Dan firman Allah SWT dalam surat al-Maidah ayat 48. ….untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang…. Syari’ah adalah “law statute” artinya hukum yang telah ditetapkan dalam agama Islam. Syariat menurut fuqaha’ berarti hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT melalui Rasul untuk hamba-Nya agar mereka mentaati hukum ini atas dasar iman, baik yang berkaitan dengan aqidah, amaliah atau disebut ibadah dan muamalah atau yang berkaitan dengan akhlak. Menurut Muhammad Ali al-Tahanuwi, syariat adalah hukum-hukum Allah yang ditetapkan untuk hamba-Nya yang disampaikan melalui para Nabi atau Rasul, baik hukum yang berhubungan dengan amaliah atau aqidah. Syariat disebut juga din (agama) dan millah. Syari’ah Islamiyah didefinisikan dengan “apa yang telah ditetapkan Allah Taala untuk hamba-hamba-Nya berupa aqidah, ibadah, akhlaq, muamalat, dan sistem kehidupan yang mengatur hubungan mereka dengan Tuhan dan hubungan dengan sesama makhluk agar terwujud kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tarikh al-tasyri’ menurut Muhammad Ali al-sayis adalah : “Ilmu yang membahas keadaan hukum Islam pada masa kerasulan (Rasulullah SAW masih hidup) dan sesudahnya dengan periodisasi munculnya hukum serta hal-hal yang berkaitan dengannya, (membahas) ciri-ciri spesifikasi keadaan fuqaha’ dan mujtahid dalam merumuskan hukum-hukum tersebut”.
B.     FASE-FASE TARIKH-TASYRI’
Ø  Fase Tasyri’: dari awal kenabian Muhammad saw hingga wafat beliau (11 H).
Ø  Fase Perkembangan Fiqh Pertama: Masa Khulafa Rasyidin, 11-40 H.
Ø  Fase Perkembangan Fiqh Kedua: Masa Sahabat Yunior atau Tabi’in Senior sampai Permulaan Abad 2 H.
Ø  Fase Perkembangan Fiqh Ketiga: dari Permulaan Abad ke-2 hingga Pertengahan Abad ke-4 Hijriyah.
Ø  Fase Perkembangan Fiqh Keempat: dari Pertengahan Abad ke-4 hingga Jatuhnya Baghdad tahun 656 H.
Ø  Fase Perkembangan Fiqh Kelima: dari Jatuhnya Baghdad hingga kini.
Dalam menyusun sejarah pembentukan dan pembinaan hukum (fiqh) Islam, di kalangan ulama fiqh kontemporer terdapat beberapa macam cara. Dua diantaranya yang terkenal adalah cara menurut Syekh Muhammad Khudari Bek (mantan dosen Universitas Cairo) dan cara Mustafa Ahmad az-Zarqa (guru besar fiqh Islam Universitas Amman, Yordania). Cara pertama, periodisasi pembentukan hukum (fiqh) Islam oleh Syekh Muhammad Khudari Bek dalam bukunya, Tarikh at-Tasyri’ al-Islamy (Sejarah Pembentukan Hukum Islam). Ia membagi masa pembentukan hukum (fiqh) Islam dalam enam periode, yaitu:
1.              Periode awal, sejak Muhammad bin Abdullah diangkat menjadi rasul;
2.              Periode para sahabat besar;
3.              Periode sahabat kecil dan tabi’in;
4.              Periode awal abad ke-2 H sampai pertengahan abad ke-4 H;
5.              Periode berkembangnya mazhab dan munculnya taklid mazhab; dan
6.              Periode jatuhnya Baghdad (pertengahan abad ke-7 H oleh Hulagu Khan [1217-1265]) sampai sekarang.
Cara kedua, pembentukan hukum (fiqh) Islam oleh Mustafa Ahmad az-Zarqa dalam bukunya, al-Madkhal al-Fiqhi al-’Amm (Pengantar Umum fiqh Islam). Ia membagi periodisasi pembentukan dan pembinaan hukum Islam dalam tujuh periode. Ia setuju dengan pembagian Syekh Khudari Bek sampai periode kelima, tetapi ia membagi periode keenam menjadi dua bagian, yaitu:
1.     Periode sejak pertengahan abad ke-7 H sampai munculnya Majallah  al-Ahkam al-’Adliyyah (Hukum Perdata Kerajaan Turki Usmani) pada tahun 1286 H; dan
2.     Periode sejak munculnya Majallah  al-Ahkam al-’Adliyyah sampai sekarang.
Periodisasi sejarah pembentukan hukum Islam menurut yang akan dibahas berikut ini adalah Periode awal abad ke-2 H sampai pertengahan abad ke-4 H.
C.      TASYRI’ PADA MASA AWAL ABAD 2H – 4H.
Pertengahan abad ke-2 sampai pertengahan abad ke-4 H. Periode ini disebut sebagai periode gemilang karena fiqh dan ijtihad ulama semakin berkembang. Pada periode inilah muncul berbagai mazhab, khususnya mazhab yang empat, yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanbali. Pertentangan antara Madrasah al-hadits dengan Madrasah ar-ra’yu semakin menipis sehingga masing-masing pihak mengakui peranan ra’yu dalam berijtihad, seperti yang diungkapkan oleh Imam Muhammad Abu Zahrah, guru besar fiqh di Universitas al-Azhar, Mesir, bahwa pertentangan ini tidak berlangsung lama, karena ternyata kemudian masing-masing kelompok saling mempelajari kitab fiqh kelompok lain. Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani, ulama dari Mazhab Hanafi yang dikenal sebagai Ahlurra’yu (Ahlulhadits dan Ahlurra’yu), datang ke Madinah berguru kepada Imam Malik dan mempelajari kitabnya, al-Muwaththa’ (buku hadits dan fiqh). Imam asy-Syafi’i, salah seorang tokoh ahlulhadits, datang belajar kepada Muhammad bin Hasan asy-Syaibani. Imam Abu Yusuf, tokoh ahlurra’yu, banyak mendukung pendapat ahli hadits dengan mempergunakan hadits-hadits Rasulullah SAW. Oleh sebab itu, menurut Imam Muhammad Abu Zahrah. kitab-kitab fiqh banyak berisi ra’yu dan hadits. Hal ini menunjukkan adanya titik temu antara masing-masing kelompok.
Kitab-kitab fiqh pun mulai disusun pada periode ini, dan pemerintah pun mulai menganut salah satu mazhab fiqh resmi negara, seperti dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah yang menjadikan fiqh Mazhab Hanafi sebagai pegangan para hakim di pengadilan. Disamping sempurnanya penyusunan kitab fiqh dalam berbagai mazhab, dalam periode ini juga disusun kitab-kitab ushul fiqh, seperti kitab ar-Risalah yang disusun oleh Imam Syafi’i. Sebagaimana pada periode ketiga, pada periode ini fiqh iftirâdî semakin berkembang karena pendekatan yang dilakukan dalam fiqh tidak lagi pendekatan aktual di kala itu, tetapi mulai bergeser pada pendekatan teoritis. Oleh sebab itu, hukum untuk permasalahan yang mungkin akan terjadi pun sudah ditentukan.
D.     FAKTOR PENDORONG PERKEMBANGAN TASYRI’
1.      Luasnya wilayah
Sebagian orang yang daerahnya dikuasai umat islam menjadi penganut islam. Kemudian mereka belajar agama islam dibawah bimbingan para imam. Di antara ulama yang menjadi guru adalah penghafal hadits, Alqur’an, penafsir alqur’an, dan penjelas Al – sunnah. Mereka mulai memasuki persaingan dalam pengembangan ilmu, diantaranya ilmu kedokteran, ilmu logika karya Aristoteles dan sebagainya.
2.       Luasnya ilmu pengetahuan

Dalam bidang ilmu kalam terjadi berbagai perdebatan : setiap kelompok memiliki cara berpikir tersendiri dalam memahami akidah islam. Selain itu, saat terjadi pula pertarungan pemikiran antara mutakallimin, muhaditsin, dan fuqoha.
3.      Adanya upaya umat islam untuk melestarikan Alqur’an
Baik yang dicatat, termasuk yang dikumpulkan dalam satu mushaf, maupun yang dihafal. Pelestarian alqur’an melalui hafalan dilakukan dengan mengembangkan cara membacanya, sehingga saat ini dikenal corak – corak bacaan alqur’an.
E.      SEJARAH BERDIRINYA MAZHAB
Pada masa Tabi' Tabi'in pada awal abad ke-2 sampai pertengahan abad ke-4 hijriah terkenal dengan masa keaktifan dalam bidang Fiqih, penyusunan ilmu pengetahuan, banyaknya para mujtahid, timbul dan berkembangnya mazhab-mazhab Fiqih dan timbulnya istilah-istilah Fiqih.
Pada periode Abbasiah lebih menekankan fiqih dan fuqoha sehinga memberikan perhatian yang besar pada keduanya. Semua itu disebabkan dekatnya para khalifah pada saat itu dengan ulama, serta khalifah selalu meminta fatwa atau pengarahan tentang fiqih kepada para fuqoha. Sehingga berkembanglah para mujtahid sampai ke negara-negara Islam, ditambah lagi dengan bebasnya berfikir dan berijtihad sehingga semakin banyaknya masalah-masalah baru yang disebabkan berbedanya tempat dan kondisi negara-negara Islam lainnya, maka para mujtahid berfatwa dengan ijtihadnya, sehingga timbulah pada masa ini aliran-aliran mazhab. Khususnya mazhab yang empat, yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hanbali. Pertentangan antara Madrasah al-hadits dengan Madrasah ar-ra'yu semakin menipis sehingga masing-masing pihak mengakui peranan ra'yu dalam berijtihad, seperti yang diungkapkan oleh Imam Muhammad Abu Zahrah, guru besar fiqh di Universitas al-Azhar, Mesir, bahwa pertentangan ini tidak berlangsung lama, karena ternyata kemudian masing-masing kelompok saling mempelajari kitab fiqh kelompok lain.
Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani, ulama dari Mazhab Hanafi yang dikenal sebagai Ahlurra'yu (Ahlulhadits dan Ahlurra'yu), datang ke Madinah berguru kepada Imam Malik dan mempelajari kitabnya, al-Muwaththa' (buku hadits dan fiqh). Imam asy-Syafi'i, salah seorang tokoh ahlulhadits, datang belajar kepada Muhammad bin Hasan asy-Syaibani. Imam Abu Yusuf, tokoh ahlurra'yu, banyak mendukung pendapat ahli hadits dengan mempergunakan hadits-hadits Rasulullah SAW. Oleh sebab itu, menurut Imam Muhammad Abu Zahrah. kitab-kitab fiqh banyak berisi ra'yu dan hadits. Hal ini menunjukkan adanya titik temu antara masing-masing kelompok.
Kitab-kitab fiqh pun mulai disusun pada periode ini, dan pemerintah pun mulai menganut salah satu mazhab fiqh resmi negara, seperti dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah yang menjadikan fiqh Mazhab Hanafi sebagai pegangan para hakim di pengadilan. Di samping sempurnanya penyusunan kitab-kitab fiqh dalam berbagai mazhab, dalam periode ini juga disusun kitab-kitab usul fiqh, seperti kitab ar-Risalah yang disusun oleh Imam asy-Syafi'i. Sebagaimana pada periode ketiga, pada periode ini fiqh iftirâdî semakin berkembang karena pendekatan yang dilakukan dalam fiqh tidak lagi pendekatan aktual di kala itu, tetapi mulai bergeser pada pendekatan teoretis. Oleh sebab itu, hukum untuk permasalahan yang mungkin akan terjadi pun sudah ditentukan.
F.      TOKOH-TOKOH MAZHAB
Dengan berkembang luasnya mujtahid dan banyaknya permasalahan baru yang bermunculan di berbagai negeri-negeri Islam pada periode Abbasiah yang terkenal dengan masa pembangunan dan kesempurnan atau di sebut dengan masa kegemilangan, yang melahirkan para imam-imam mujtahid, imam mazhab, dan para fuqoha yang mengabdikan ilmunya untuk agama dan masyarakat.
Sedangkan mazhab itu sendiri terbagi pada tiga, yaitu:
a. Mazhab Ahlu Sunnah :
1. Abu Hanifa An Nu'man bin Tsabit bin Zauthi Al-tamimi atau dikenal dengan mazhab Imam Hanafi tahun 80-50H
2. Imam Malik bin Anas bin Amir Al-Asbahi tahun 93-179H.
3.  Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin Al Abbas bin Syafi' tahun 150-204H yang dikenal dengan Imam Syafi'i
4. Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Al Syaibani atau Imam Hanbali tahun 164-241H
5. Abu Sulaiman Daud Bin Ali bin Khalaf Al Aspahani atau dikenal dengan mazhab Al Zahiri tahun 202-270H
6. Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Sa'id bin Hazm bin Ghalib bin Sholeh bin Abi Sufyan bin zaid yang terkenal dengan Ibn Hazm tahun 384-456H
b. Mazhab Al Auza'i
c. Mazhab Sofyan Al Tsauri
d. Mazhab Al laits bin Saad
e. Mazhab Hasan Al Bashri
f. Mazhab Ishak bin Rohawiyah
g. Mazhab Sufyan bin 'Uyainah
h. Mazhab Ibn Jurair Al Thabari
i.  Mazhab Abu tsaur
j. Mazhab Syiah ;
1. Syiah Zaidiah: Zaid bin Ali bin Zaid Al Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib tahun 80-122H.
2. Syiah Ja'fari: Imam Ja'far bin Shadiq bin Muhammad Al Bagin bin Ali bin Zaid Al Abidin bin Husain bin Ali bin Thalib tahun 80-148H.
3. Syiah Imamiah.
4. Syiah Itsna 'asyar (Imam yang dua belas).
5. Syiah Ismailiyah.
k. Mazhab Khawarij ;
1). Abadhiyah: Abdullah bin Abadh Al-Tamimi. Wafat tahun 86H
2). Al-Azzariqah: Pengikut Abi Rasyid Nafi' bin Azraq.
3). Shufriyah: Pengikut Ziyad bin Al-Ashfar.
G.     MAZHAB-MAZHAB YANG BERKEMBANG HINGGA SEKARANG
Banyaknya imam mujtahid, menyebabkan timbulnya ajaran-ajaran baru dari mazhab-mazhab yang ada. Dan berkembangnya masa serta meluasnya daerah serta semakin canggihnya dunia, maka tidak semua imam mazhab tersebut solid didalam ajaran-ajarannya.
Dibawah ini faktor-faktor penyebab berkurangnya bahkan hilangnya ajaran-ajaran imam mujtahid, antara lain:
1.      Faktor Generasi
Tidak adanya pengikut atau muridnya yang meneruskan ajaran-ajaran imamnya sehingga ajaran tersebut hilang dengan meninggalnya para murid-murid imam mazhab
2.      Penyusunan kitab-kitab
Tidak semua imam mujtahid mengumpulkan dan menyusun hasil ijthihad atau pemikirannya dalam sebuah buku. Sehingga hasil pemikirannya tidak bisa dibaca dan dinikmati oleh orang lain.
3.        Musnahnya hasil karya imam mazhab
Musnahnya hasil karya imam mazhab yang telah disusun rapi dalam sebuah buku, sehingga habis dan hilanglah hasil karya imam mazhab tersebut. Diantara imam-imam mazhab yang masih berkembang sampai saat, diantaranya:
1.Mazhab Hanafi
2.Mazhab Maliki
3.Mazhab Syafi'i
4.Mazhab Hanbali
Keempat imam mazhab ini masih tetap berkembang diseluruh penjuru dunia dengan ajaran-ajarannya dan buku-bukunya, baik yang ditulis oleh mereka sendiri ataupun ditulis atau disyarahkan oleh para murid dan pengikut imam mazhab tersebut baik itu mujtahid tarjih imam mazhabnya. Serta ada juga mazhab lainya yang berkembang seperti syiah Al Zhahiri dan lain-lain tetapi tidak seperti imam mazhab yang empat yang begitu lengkap dan banyaknya kitab-kitab mereka sehingga mazhab yang lainya tertutupi dan tidak begitu terkenal.
Mazhab fiqh dibagi dalam dua kelompok, yaitu Mazhab Ahlussunnah dan Mazhab Syi’ah.
a. Mazhab Ahlussunnah
Mazhab ini terdiri atas 4 mazhab populer yang masih utuh sampai sekarang, yaitu sebagai berikut:
1. Mazhab Hanafi
Pendiri Mazhab Hanafi ialah Imam Abu Hanifah. Dilahirkan pada tahun 80 H = 699 M. Beliau wafat pada tahun 150 H dengan lahirnya Imam Syafi’i R.A. Abu Hanifah adalah seorang mujtahid yang ahli ibadah. Ia dikenal sebagai imam Ahlurra’yi. Mazhab Hanafi dikenal banyak menggunakan ra’yu, qiyas, dan istihsan. Dalam memperoleh suatu hukum yang tidak ada dalam nash, kadang-kadang ulama mazhab ini meninggalkan qaidah qiyas dan menggunakan qaidah istihsan. Alasannya, qaidah umum (qiyas) tidak bisa diterapkan dalam menghadapi kasus tertentu. Mereka dapat mendahulukan qiyas apabila suatu hadits mereka nilai sebagai hadits ahad.
Dasar-dasar Mazhab Hanafi dalam menerapkan hukum fiqh antara lain:
o Al Qur’an
o As Sunnah
o Perkataan para sahabat
o Al Qiyas o Al Istihsan
o Ijma’
o Uruf
Berbagai pendapat Abu Hanifah telah dibukukan oleh muridnya, antara lain Muhammad bin Hasan asy-Syaibani dengan judul Zahir ar-Riwayah. Buku ini terdiri dari 6 bagian, yaitu: bagian pertama diberi nama al-Mabsut, bagian kedua al-Jami’ al-Kabir, bagian ketiga al-Jami’ as-Sagir, bagian keempat as-Siyar al-Kabir, bagian kelima as-Siyar as-Sagir, bagian keenam az-Ziyadah. Keenam bagian ini ditemukan secara utuh dalam kitab al-Kafi hingga ada yang mensyarahnya dan diberi judul al-Mabsut. Al-Mabsut inilah yang dianggap sebagai kitab induk dalam Mazhab Hanafi.
2. Mazhab Maliki
Pendiri mazhab ini adalah Malik bin Anas bin Abu Amir. Yang terkenal dengan sebutan Imam Malik. Lahir pada tahun 93 H = 712 M di Madinah. Beliau terkenal sebagai seorang Ahlulhadits.
Mazhab Maliki adalah kumpulan dari beberapa pendapat yang berasal dari Imam Malik dan para penerusnya di masa sesudah beliau meninggal dunia. Pemikiran fiqh dan ushul fiqh Imam Malik dapat dilihat dalam kitabnya al-Muwaththa’.
Dasar Mazhab Maliki dapat dijumpai dalam kitab al-Furuq oleh Imam al-Qarafi yaitu al-Qur’an, sunnah Nabi SAW, Ijma, Tradisi penduduk madinah, Qiyas, Fatwa sahabat, al-Maslahah al-Mursalah, ‘Urf, Istihsan, Istishab, Sadd az-Zari’ah, dan Syar’u Man Qablana. Dalam Mazhab Maliki qiyas jarang digunakan karena mereka lebih mendahulukan tradisi penduduk Madinah daripada qiyas.
Para murid Imam Malik yang besar andilnya dalam menyebarluaskan Mazhab Maliki diantaranya Abu Abdillah Abdurrahman bin Qasim, Abu Muhammad Abdullah bin Wahab bin Muslim dan masih banyak lagi lainnya.
3. Mazhab Syafi’i
Mazhab ini dibangun oleh Imam asy-Syafi’i. Beliau lahir di Gaza (Palestina) tahun 150 H bersamaan dengan tahun wafatnya Imam Abu Hanifah yang menjadi mazhab pertama. Guru Imam Syafi’i yang pertama ialah Muslim bin Khalid, seorang mufti di Mekah. Imam Syafi’i sanggup hafal Al-Qur’an pada usia tujuh tahun.
Mazhab Syafi’i terdiri dari dua macam:
1. Qaul Qadim, yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu hidup di Irak.
2. Qaul Jadid, yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu beliau hidup di Mesir pindah dari Irak.
Dasar-dasar Mazhab Syafi’i dalam mengistinbat hukum syara’ adalah:
• Al-Kitab
• Sunnah Mutawatirah
• Al-Ijma’ • Khabar Ahad
• Al-Qiyas
• Al-Istishab
Keistimewaan Imam Syafi’i dibanding dengan Imam Mujtahidin yaitu bahwa beliau merupakan peletak batu pertama ilmu Ushul Fiqh dengan kitabnya Ar-Risaalah. Dan kitab dalam bidang Fiqh yang menjadi induk dari mazhabnya yaitu Al-Umm.
Pokok pikiran dan prinsip dasar ini kemudian disebarluaskan dan dikembangkan oleh ketiga muridnya yang terkemuka seperti Yusuf bin Yahya al-Buwaiti, Abi Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani, dan ar-Rabi bin Sulaiman al-Marawi.
4.      Mazhab Hanbali
Pemikiran Mazhab Hanbali diawali oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164 H, wafat tahun 241 H.
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziah dalam kitab I’laamul Muwaaqi’in, prinsip dasar Mazhab Hanbali adalah sebagai berikut:
1. Nash Al-Qur’an dan atau nash hadits,
2. Fatwa sebagian sahabat,
3. Pendapat sebagian sahabat,
4. Hadits Mursal atau hadits daif,
5. Qiyas.
Para pengembang Mazhab Hanbali diantaranya: al-Atsram Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Hani, Ahmad bin Muhammad bin al-Hajjaj, Abu Ishaq Ibrahim al-Harbi, dan lain-lainnya.
b. Mazhab Syiah
Mazhab fiqh Syiah yang terkenal adalah Syiah Zaidiyah dan Syiah Imamiyah.
1.      Mazhab Syiah Zaidiyah
Mazhab ini dikaitkan kepada Zaid bin Ali Zainal Abidin seorang mufasir, muhaddits, dan faqih di zamannya. Ia menyusun kitab al-Majmu’ yang menjadi rujukan utama fiqh Zaidiyah. Kitab ini kemudian disyarah oleh Syarifuddin al-Husein bin Haimi al-Yamami dengan judul ar-Raud an-Nadir Syarh Majmu, al-Fiqh al-Kabir.
Para pengembang Mazhab Zaidiyah diantaranya Imam al-Hadi Yahya bin Husein bin Qasim yang kemudian dikenal sebagai pendiri Mazhab Hadawiyah. Beliau menulis kitab al-Jami’ fi al-Fiqh, ar-Risalah fi al-Qiyas, dan al-Ahkam fi al-Halal wa al-Haram.
2.      Mazhab Syiah Imamiyah
Menurut Muhammad Yusuf Musa, fiqh Syiah Imamiyah lebih dekat dengan fiqh Mazhab Syafi’i dengan beberapa perbedaan yang mendasar. Dalam berijtihad, apabila mereka tidak menemukan hukum suatu kasus dalam Al-Qur’an, mereka merujuk pada sunnah yang diriwayatkan para imam mereka sendiri.
Kitab fiqh pertama yang disusun oleh imam mereka, Musa al-Kazim diberi judul al-Halal wa al-Haram. Kemudian disusul oleh Fiqh ar-Righa yang disusun oleh Ali ar-Ridla. Perbedaan mendasar fiqh Syiah Imamiyah dengan jumhur Ahlussunnah antara lain:
1. Syiah Imamiyah menghalalkan nikah mut’ah yang diharamkan ahlussunnah,
2. Syiah Imamiyah mewajibkan kehadiran saksi dalam talak, yang dalam ahlussunnah tidak perlu,
3. Syiah Imamiyah, termasuk Syiah Zaidiyah, mengharamkan lelaki muslim menikah dengan wanita Ahlulkitab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar