Batimetri
(dari bahasa Yunani: βαθυς, berarti "kedalaman", dan μετρον, berarti
"ukuran") adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan
studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau (id.wikipedia.org).
Batimetri juga didefinisikan sebagai gambaran relief dasar laut, perbedaan
kenampakan atau ciri-ciri dasar laut dan mempunyai arti penting dalam
penelitian karena dengan mengetahui roman muka bumi akan memudahkan mengetahui
kondisi morfologi suatu daerah (Nontji,1987).
Sebuah
peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan
garis-garis kontor (contour lines) yang disebut kontor kedalaman (depth
contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa
informasi navigasi permukaan. Di daratan, garis kontur menghubungkan
tempat-tempat berketinggian sama, sedangkan kontur pada batimetri
menghubungkan tempat-tempat dengan kedalaman sama di bawah permukaan air.
Awalnya,
batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra. Teknik-teknik awal
batimetri menggunakan tali berat terukur atau kabel yang diturunkan dari sisi
kapal. Keterbatasan utama teknik ini adalah hanya dapat melakukan satu
pengukuran dalam satu waktu sehingga dianggap tidak efisien. Teknik tersebut
juga menjadi subjek terhadap pergerakan kapal dan arus. Sekarang ini, peta
batimetri ini dapat divisualisasikan dalam tampilan 2 dimensi (2D) maupun 3
dimensi (3D). Visualisasi tersebut dapat dilakukan karena perkembangan
teknologi yang semakin maju, sehingga penggunaan komputer untuk melakukan
kalkulasi dalam pemetaan mudah dilakukan. Data batimetri dapat diperoleh dengan
penggunaan teknik interpolasi untuk pendugaan data kedalaman untuk
daerah-daerah yang tidak terdeteksi merupakan hal mutlak yang harus
diperhatikan. Teknik interpolasi yang sering digunakan adalah teori Universal
Kriging dan teori IRFK (Intrinsic Random Function of Order K) (David et al.,
1985 dalam Defilmisa, 2003).
Peta
batimetri dalam aplikasinya memiliki banyak manfaat dalam bidang teknik sipil
dan kelautan antara lain penentuan jalur pelayaran yang aman, perencanaan
bangunan pinggir pantai dan lepas pantai, pendeteksian adanya potensi bencana
tsunami di suatu wilayah, dan pertambangan minyak lepas pantai. Selain itu,
peta batimetri diperlukan untuk mengetahui kondisi morfologi suatu daerah
perairan. Karena kondisi laut yang sangat dinamis, peta batimetri harus selalu
di-update dengan perubahan dan perkembangan kondisi perairan tersebut
(Nurjaya, 1991).
Relief
dasar laut pada umumnya tidak begitu besar variasinya dibandingkan dengan
relief daratan. Hal ini disebabkan karena lemahnya erosi dan sedimentasi.
Banyak hal yang bisa dijadikan dasar untuk mengolongkan bentuk muka bumi di
dasar laut, antara lain:
1)
Berdasarkan bentuk permukaan dasar laut.
1.
Dangkalan/Plat, yaitu dasar samudra yang dangkal sepanjang pantai yang
kedalamannya kurang dari 200 m.
2.
Palung Laut/Trog/Trench, yaitu dasar laut yang sangat dalam dan
bentuknya memanjang sempit dan tebingnya curam, yang semakin ke dasar semakin
menyempit. Palung yang sempit dan tidak terlalu curam disebut trench, sedangkan
jika lebih lebar dan curam disebut trog. Kedalaman palung bisa mencapai ±
7.000-11.000 meter. Contohnya, Palung Mindanau (10.830 meter), Palung Sunda
(7.450 meter), dll.
3.
Lubuk Laut/Basin, yaitu dasar laut yang dalam dan berbetuk cekungan bulat atau
lonjong (oval). Basin terjadi akibat pemerosotan dasar laut. Contohnya,
Lubuk Sulu, Lubuk Banda, dll.
4.
Gunung Laut, yaitu gunung yang muncul dari dasar laut dan puncaknya bisa
terletak di permukaan laut maupun dibawah permukaan laut. Contohnya, Gunung
Krakatau (Indonesia), Maona Loa (Hawai), dll.
5.
Punggung Laut (Ridge/Rise), yaitu pegunungan yang terletak di dasar
laut. Punggung laut yang berlereng curam disebut ridge, sedangkan yang
berlereng landai disebut rise. Contohnya, Punggung Laut Sibolga.
6.
Ambang Laut/Drempel, yaitu laut dangkal yang terletak diantara dua laut
dalam karena punggung laut yang memisahkan dua bagian laut atau dua laut yang
dalam. Contohnya, Ambang Laut Sulu, Ambang Laut Sulawesi, Ambang Laut
Gibraltar, dll.
7.
Parit laut, yaitu bentukan dasar laut yang terjadi akibat masuknya satu
lapisan/lempeng benua ke bawah lapisan/lempeng benua yang lain.
2)
Bentuk dasar laut berdasarkan kedalamannya.
1.
Paparan Benua/Continental Shelf, yaitu dasar laut dangkal yang
berbatasan dengan benua dengan kedalaman 0-200 m. Di dasar laut ini sering
ditemukan juga lembah yang menyerupai sungai. Lembah beberapa sungai yang
terdapat di Continental Shelf merupakan bukti bahwa dulunya Continental Shelf
merupakan bagian daratan yang kemudian sekarang tenggelam di dasar laut.
Contohnya Dangkalan Sunda antara Kalimantan, Jawa, dan Sumatera yang
berkedalaman ± 40-45 meter. Paparan benua terdiri juga dari tebing
benua/kontinen (daerah tebing paparan benua) dan dataran abisal (bassin
floor). Dataran abisal adalah dasar laut yang luas setelah tebing benua,
dan mengarah ke laut lepas.
2.
Continantal Slope, yaitu dasar laut yang terletak di pinggir landas
benua dengan sudut kemiringan 5o dan kedalaman 200-2000 m.
3.
Deep Sea Plain, yaitu dasar laut dengan kedalaman antara 2.000-3.000 m.
4.
The Deeps, yaitu relief dasar laut yang kedalamannya lebih dari 6.000
meter dengan ciri terdapatnya palung laut.
bang dapusnya mana
BalasHapusDapusnya dong
BalasHapus